Rabu, 06 Juni 2012

INGIN DIGUGU LUPA AKAN DITIRU


Oleh : Rana Setiana, S.Sos.I

Proses kegiatan belajar mengajar terasa menjadi mudah, ketika anak duduk manis memperhatikan kita. Walau Kata men-duduk maniskan anak Memang bukan kata yang tepat,  tapi merupakan sebagai perwakilan ekspresi kita kepada anak untuk memperhatikan tanpa ada kegiatan gerak yang sia-sia dan tidak berguna hingga mengganggu kondusifnya proses kegiatan belajar. 
Satu prinsip yang biasanya dipegang teguh yaitu apapun dan bagaimanapun yang penting anak diam. Hingga berbagai cara dilakukan hingga yang negatifnya, di mulai memukul bangku sekeras-kerasnya memakai penghapus ataupun penggaris besar.  Hingga diiringi dengan teriakan keras ”diaaaam!” dan mata yang melotot menakutkan. Apalagi kalau keluar kata kasar dan tidak pantas.
Memang, banyak diakui men-duduk maniskan anak tak semudah kelihatannya. Perlu proses pengalaman dan keahlian tersendiri. Hingga tidak begitu banyak orang cakap dalam mengkondisikan anak. Hingga banyak pelatihan dan metode berlahiran. Bagaimana caranya anak tetap asyik mengikuti pelajaran dengan kondisi yang kondusif tanpa mengebiri jiwa aktif dan kreatif anak.
Dalam masalah ini, bukan masalah diam atau tidaknya atau masalah dituruti atau tidaknya oleh anak untuk diam. Masalahnya dampak sesudah kita mendiamkan anak. Sebagai  guru terkadang kita lupa dengan  kata kepanjangan kata guru digugu dan ditiru. selalu merasa sudah cukup,  ketika ucapan kita hanya sebatas di gugu atau dipatuhi saja. Kata ditiru sering ternomber dua-kan dan terlupakan.
 Bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantara mengemukakan Ing Ngarso Sun Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. lebih kurang Maknanya: di depan memberi teladan, ditengah membimbing (memotivasi, memberi semangat, menciptakan situasi kondusif) dan dibelakang mendorong (dukungan moral).Yang menggunakan proses pendidikan dengan metode suri tauladan. Nabi Muhammad pun beliau mendidik para sahabatnya dengan Suri Tauladan yang baik Uswatun hasanah.. Semua kata, tindak laku adan takrirNya menjadi sebuah pelajaran yang menjadi petunjuk menuju kesuksesan.   
Suri tauladan inilah yang akan anak rekam, dengan tahap ini perkembangan jiwa anak yang pandai menjadi imitasi dari yang ia lihat,  dengar  menjadi modal sebagai daya rekam. Ia terus berupaya merekam dan meniru semua gaya dan cara gurunya melakukan sesuatu. Perintah Diam dengan teriak sambil memukul bangku yang tidak lupa mata kita yang melotot kepada anak. Itu akan menjadi sebuah rekaman yang dapat langsung kita nikmati sekarang juga, bahkan  tanpa edit dan langsung melekat dalam diri anak.
Ada beberapa Dampak dari yang anak tangkap dari kamera imitasinya yang terkadang kita lupakan. Rekaman Yang pertama, Ada rekaman anak itu menjadikan trauma (sunda:tenggar kalongeun) hingga ia merasa takut ketika si guru itu ada dihadapannya ketika hendak mengajar dirinya. Yang terbayang adalah ke sereuman wajah gurunya, hingga menggangu kesiapan proses belajarnya. Bahkan anak tidak mau untuk masuk sekolah karena tajut.  Kedua, Ada anak yang menjadi dendam, karena ia tidak mampu memabalas kepada gurunya hingga ia lampiaskan kepada teman-temanya. Dengan gaya yang ketika guru nya melakukan kepadanya, bahkan menjadi wujud  menjadi wujud keusilan kepada temannya. Ketiga, Ada juga yang menjadi sebuah referensi buat diri anak, sebuah cara efektif  baginya bagaimana  mendiamkan temannya jika kondisi kelas gaduh mengganggunya. Anak tidak segan untuk berteriak dan memukul bangku untuk mendiamkan teman-temanya.
Muka buruk cermin dibelah. Jangan sampai kita terus menyalahkan anak ketika hal itu ada pada diri kita. ternyata tidak hanya cerminnya ternyata wajahnya pula bermasalah, walau tidak senaif yang dimaksudkan, dengan tidak menafikan  faktor  lainnya. Yang jelas peserta didik yaitu anak menjadi cermin buat kita sebagai guru, dia akan menjadi sebuah bahan evaluasi buat kita untuk membenahi kecakapan kita dalam mengkondisikan kelas. Karena kondusifnya kelas merupakan salah satu dari berbagai modal buat masuknya ilmu ke anak.
Marilah kita belajar Menjadi cermin nyata buat anak didik kita. Sebagai alat untuk melihat diri ketika ank sedang mencari jati dirinya, sebagi Perapih atau penunjuk mana baik mana buruk. Cermin untuk di Gugu dan di tiRU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar