Oleh : Rana
Setiana, S.Sos.I
Proses kegiatan belajar
mengajar terasa menjadi mudah, ketika anak duduk manis memperhatikan kita. Walau
Kata men-duduk maniskan anak Memang bukan kata yang tepat, tapi merupakan sebagai perwakilan ekspresi
kita kepada anak untuk memperhatikan tanpa ada kegiatan gerak yang sia-sia dan
tidak berguna hingga mengganggu kondusifnya proses kegiatan belajar.
Satu prinsip yang biasanya
dipegang teguh yaitu apapun dan bagaimanapun yang penting anak diam. Hingga
berbagai cara dilakukan hingga yang negatifnya, di mulai memukul bangku
sekeras-kerasnya memakai penghapus ataupun penggaris besar. Hingga diiringi dengan teriakan keras ”diaaaam!”
dan mata yang melotot menakutkan. Apalagi kalau keluar kata kasar dan tidak
pantas.
Memang, banyak diakui
men-duduk maniskan anak tak semudah kelihatannya. Perlu proses pengalaman dan
keahlian tersendiri. Hingga tidak begitu banyak orang cakap dalam mengkondisikan
anak. Hingga banyak pelatihan dan metode berlahiran. Bagaimana caranya anak
tetap asyik mengikuti pelajaran dengan kondisi yang kondusif tanpa mengebiri
jiwa aktif dan kreatif anak.
Dalam masalah ini, bukan masalah
diam atau tidaknya atau masalah dituruti atau tidaknya oleh anak untuk diam. Masalahnya
dampak sesudah kita mendiamkan anak. Sebagai guru terkadang kita lupa dengan kata kepanjangan kata guru digugu dan ditiru. selalu merasa sudah cukup, ketika ucapan kita hanya sebatas di gugu atau dipatuhi saja. Kata ditiru sering ternomber dua-kan dan terlupakan.
Bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantara
mengemukakan Ing Ngarso Sun Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani. lebih kurang Maknanya: di depan memberi teladan, ditengah
membimbing (memotivasi, memberi semangat, menciptakan situasi kondusif) dan
dibelakang mendorong (dukungan moral).Yang menggunakan proses pendidikan dengan
metode suri tauladan. Nabi Muhammad pun beliau mendidik para sahabatnya dengan
Suri Tauladan yang baik Uswatun hasanah.. Semua kata, tindak laku adan
takrirNya menjadi sebuah pelajaran yang menjadi petunjuk menuju kesuksesan.
Suri tauladan inilah yang akan
anak rekam, dengan tahap ini perkembangan jiwa anak yang pandai menjadi imitasi
dari yang ia lihat, dengar menjadi modal sebagai daya rekam. Ia terus
berupaya merekam dan meniru semua gaya dan cara gurunya melakukan sesuatu. Perintah
Diam dengan teriak sambil memukul bangku yang tidak lupa mata kita yang melotot
kepada anak. Itu akan menjadi sebuah rekaman yang dapat langsung kita nikmati
sekarang juga, bahkan tanpa edit dan
langsung melekat dalam diri anak.
Ada beberapa Dampak dari yang
anak tangkap dari kamera imitasinya yang terkadang kita lupakan. Rekaman Yang
pertama, Ada rekaman anak itu menjadikan trauma (sunda:tenggar kalongeun) hingga ia merasa takut ketika si guru itu ada
dihadapannya ketika hendak mengajar dirinya. Yang terbayang adalah ke sereuman wajah gurunya, hingga menggangu
kesiapan proses belajarnya. Bahkan anak tidak mau untuk masuk sekolah karena
tajut. Kedua, Ada anak yang menjadi
dendam, karena ia tidak mampu memabalas kepada gurunya hingga ia lampiaskan
kepada teman-temanya. Dengan gaya yang ketika guru nya melakukan kepadanya,
bahkan menjadi wujud menjadi wujud
keusilan kepada temannya. Ketiga, Ada juga yang menjadi sebuah referensi buat
diri anak, sebuah cara efektif baginya
bagaimana mendiamkan temannya jika
kondisi kelas gaduh mengganggunya. Anak tidak segan untuk berteriak dan memukul
bangku untuk mendiamkan teman-temanya.
Muka buruk cermin dibelah.
Jangan sampai kita terus menyalahkan anak ketika hal itu ada pada diri kita. ternyata
tidak hanya cerminnya ternyata wajahnya pula bermasalah, walau tidak senaif yang
dimaksudkan, dengan tidak menafikan faktor lainnya. Yang jelas peserta didik yaitu anak menjadi
cermin buat kita sebagai guru, dia akan menjadi sebuah bahan evaluasi buat kita
untuk membenahi kecakapan kita dalam mengkondisikan kelas. Karena kondusifnya
kelas merupakan salah satu dari berbagai modal buat masuknya ilmu ke anak.
Marilah kita belajar Menjadi
cermin nyata buat anak didik kita. Sebagai alat untuk melihat diri ketika ank
sedang mencari jati dirinya, sebagi Perapih atau penunjuk mana baik mana buruk.
Cermin untuk di Gugu dan di tiRU.